Mengenai empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara,
yaitu : NKRI, Pancasila, UUD’45, dan Bhineka Tunggal Ika di tengah hiruk pikuk
reformasi Indonesia yang seolah kehilangan arah, merupakan sebuah kesadaran dan
keprihatinan bahwa reformasi bangsa Indonesia selama 15 tahun ini ternyata
kebat kliwat yang tidak sesuai dengan harapan rakyat, bahkan telah dan sedang
berjalan keluar dari rel yang pernah dicita citakan oleh pendiri Republik ini
dan tak menentu ujung akhirnya. Gagasan ini, hendaknya diartikan sebagai
peringatan bagi bangsa Indonesia dengan menempatkan kembali arah reformasinya
ke atas jalur sejarah, sebagaimana diletakkan oleh para pendiri bangsa, dan diteguhkan
kembali oleh konsensus nasional oleh generasi-generasi sesudahnya.
Gagasan
implementasi Pancasila dalam kehidupan kehidupan sehari telah dua kali
dilakukan pada era Orde Lama dan era Orde Baru.
Di era Orde Lama dikenal dengan istilah Nasakom. Nasakom adalah singkatan Nasionalis, Agama dan Komunis. Konsep ini diperkenalkan oleh Soekarno Presiden pertama Republik Indonesia yang menekankan adanya persatuan dari segala macam ideologi Nusantara untuk melawan penjajahan, dan sebagai pemersatu Bangsa untuk Revolusi rakyat dalam upaya memberantas kolonialisme di bumi Indonesia. Dengan penyatuan tiga konsep ini (Nasionalis, Agamis dan Komunis) Soekarno berusaha untuk mengajak segala komponen bangsa tanpa melihat segala perbedaan yang ada. Baik itu perbedaan Religius maupun suku dan budaya. Namun perlu diingat bahwa Nasakom bukan penjelmaan dari Pancasila, karena mengandung unsur penyatuan komunis terhadap agama. Teori ini lahir dari sejak tahun 1926, yang waktu itu dikenal tiga hal pokok yakni “Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme, intinya di persatukan dalam satu tujuan yaitu Gotong-royong (bekerja bersama-sama) untuk Revolusi Indonesia dalam melawan Imperialisme. ( Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme) salah satu tulisan Sukarno muda dalam buku Di bawah Bendera Revolosi Jilid I/ lihat juga di Wikipedia).
Di era Orde Lama dikenal dengan istilah Nasakom. Nasakom adalah singkatan Nasionalis, Agama dan Komunis. Konsep ini diperkenalkan oleh Soekarno Presiden pertama Republik Indonesia yang menekankan adanya persatuan dari segala macam ideologi Nusantara untuk melawan penjajahan, dan sebagai pemersatu Bangsa untuk Revolusi rakyat dalam upaya memberantas kolonialisme di bumi Indonesia. Dengan penyatuan tiga konsep ini (Nasionalis, Agamis dan Komunis) Soekarno berusaha untuk mengajak segala komponen bangsa tanpa melihat segala perbedaan yang ada. Baik itu perbedaan Religius maupun suku dan budaya. Namun perlu diingat bahwa Nasakom bukan penjelmaan dari Pancasila, karena mengandung unsur penyatuan komunis terhadap agama. Teori ini lahir dari sejak tahun 1926, yang waktu itu dikenal tiga hal pokok yakni “Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme, intinya di persatukan dalam satu tujuan yaitu Gotong-royong (bekerja bersama-sama) untuk Revolusi Indonesia dalam melawan Imperialisme. ( Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme) salah satu tulisan Sukarno muda dalam buku Di bawah Bendera Revolosi Jilid I/ lihat juga di Wikipedia).
Di era orde
baru lebih teknis digagas oleh Suharto yang dikenal dengan Eka Prasetya Panca
Karsa atau yang lebih populer dengan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (P4) dan dilembagakan dalam ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978, 22 Maret
1978 beserta aturan pelaksanaannya. Sosialisasi/pemasyarakatan P4 dari Pimpinan
Lembaga tertinggi/tinggi Negara, Pejabat Tingkat Pusat/Daerah/Orpol/Ormas/Tokoh
Keagamaan sampai ke masyarakat awam.
Menyadari pengalaman reformasi tidak menunjukan arah sebagaimana kehendak
rakyat, maka timbulah gagasan untuk menggali kembali nilai nilai yang
terkandung dalam Pancasila berikut penjabarannya dalam Undang Undang Dasar
1945. sebagaimana yang digagas oleh Taufik Kemmas. disebutnya sebagai 4 pilar
kehidupan berbangsa dan bernegara. Empat pilar ini adalah Pancasila, UUD
1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Pilar adalah tiang penyangga suatu
bangunan agar bisa berdiri secara kokoh. Disebutnya sebagai empat tiang
penyangga di tengah ini disebut soko guru yang kualitasnya terjamin sehingga
pilar ini akan memberikan rasa aman tenteram dan memberi kenikmatan, yang
menjamin terwujudnya kebersamaan dalam hidup bernegara. Rakyat akan merasa aman
terlindungi sehingga merasa tenteram dan bahagia. Kemudian melalui
Ketetapan MPR Nomor 27 Tahun 2009 menugaskan MPR untuk mensosialisasikannya.
Secara singkat sosialisasi itu meliputi :
I. Pancasila
Diterimanya
Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional membawa konsekuensi logis
bahwa nilai-nilai pancasila dijadikan landasan pokok, landasan fundamental bagi
penyelenggaraan negara Indonesia. Pancasila berisi lima sila yang pada
hakikatnya berisi lima nilai dasar yang fundamental.
Nilai-nilai
dasar dari pancasila tersebut adalah nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Nilai
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalan permusyawaratan/perwakilan, dan
nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Dengan pernyataan secara
singkat bahwa nilai dasar Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan,
nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
1. Makna Nilai dalam Pancasila
a) Nilai
Ketuhanan
Nilai
ketuhanan Yang Maha Esa Mengandung arti adanya pengakuan dan keyakinan bangsa
terhadap adanya Tuhan sebagai pancipta alam semesta. Dengan nilai ini
menyatakan bangsa Indonesia merupakan bangsa yang religius bukan bangsa yang
ateis. Nilai ketuhanan juga memilik arti adanya pengakuan akan kebebasan untuk
memeluk agama, menghormati kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta tidak
berlaku diskriminatif antarumat beragama.
b) Nilai
Kemanusiaan
Nilai
kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku
sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati
nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya.
c) Nilai
Persatuan
Nilai
persatuan Indonesia mengandung makna usaha ke arah bersatu dalam kebulatan
rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Persatuan Indonesia sekaligus mengakui dan menghargai sepenuhnya
terhadap keanekaragaman yang dimiliki bangsa Indonesia
d) Nilai Kerakyatan
Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan.
Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan.
e) Nilai
Keadilan
Nilai
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengandung makna sebagai dasar
sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia Yang Adil dan Makmur
secara lahiriah atauun batiniah. Nilai-nilai dasar itu sifatnya abstrak dan
normatif. Karena sifatnya abstrak dan normatif, isinya belum dapat
dioperasionalkan.
Agar dapat
bersifat operasional dan eksplisit, perlu dijabarkan ke dalam nilai
instrumental. Contoh nilai instrumental tersebut adalah UUD 1945 dan peraturan
perundang-undangan lainnya. Sebagai nilai dasar, nilai-nilai tersebut menjadi
sumber nilai. Artinya, dengan bersumber pada kelima nilai dasar diatas dapat
dibuat dan dijabarkan nilai-nilai instrumental penyelenggaraan negara
Indonesia.
II. UUD 45
Dalam UUD 45
disana tertuang Tujuan Negara yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 adalah
“Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia” hal ini
merupakan tujuan Negara.Rumusan “Memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa” hal ini merupakan tujuan Negara hokum material, yang secara
keseluruhan sebagai tujuan khusus atau nasional.
Adapun
tujuan umum atau internasion aladalah “ikut melaksanakan ketertiban Dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Untuk mencapa
tujuan tersebut diperlukan aturan-aturan yang kemudian diataur dalam
pasal-pasal, maka dalam kehidupan berbangsa dan bernegera semestinya mentaati
aturan yang sudah diundang-undangkan.
III. NKRI
Kita
tentunya sudah tahu bahwa syarat berdirinya sebuah negara ada empat, yaitu
memiliki wilayah, memiliki penduduk, memiliki pemerintahan dan adanya pengakuan
dari negara lain. Dan karena memenuhi empat syarat itulah kemudian Negara
Indonesia lahir dengan nama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).NKRI
lahir dari pengorbanan jutaan jiwa dan raga para pejuang bangsa yang bertekad
mempertahankan keutuhan bangsa. Sebab itu, NKRI adalah prinsip pokok, hukum,
dan harga mati.
NKRI hanya
dapat dipertahankan apabila pemerintahan adil, tegas, dan berwibawa. Dengan
pemerintahan yang adil, tegas, dan berwibawalah masalah dan konflik di
Indonesia dapat diselesaikan. “Demi NKRI, apa pun akan kita lakukan. NKRI
adalah hal pokok yang harus kita pertahankan.
IV. BHINEKA TUNGGAK IKA
Suatu hari
Megawati Soekarnoputri pernah mengemukakan, Pancasila bukan hanya falsafah
bangsa, tetapi juga bintang yang mengayomi kehidupan seluruh rakyat. Dan
Bhinneka Tunggal Ika adalah perekat semua rakyat dan semua kepulauan yang ada
di Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika adalah motto atau semboyan Indonesia. Frasa
ini berasal dari bahasa Jawa Kuna dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat
“Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Kalimat ini merupakan kutipan dari sebuah
kakawin Jawa Kuna yaitu kakawin Sutasoma, karangan Mpu Tantular semasa kerajaan
Majapahit sekitar abad ke-14 yang mengajakan toleransi antara umat Hindu Siwa
dengan umat Buddha. Kutipan ini berasal dari pupuh 139, bait 5. Bait ini
kemudian di terjemahkan ; “Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang
berbeda. Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali ?. Sebab
kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal.” Terpecah belahlah itu, tetapi
satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran. Artinya, walapun bangsa
Indonesia mempunyai latar belakang yang berbeda baik dari suku, agama, dan
bangsa tetapi adalah bangsa Indonesia. Pengukuhan ini telah dideklarasikan
semenjak tahun 1928 yang terkenal dengan nama "sumpah pemuda".
Sebenarnya memahami 4 pilar sangatlah mudah, hanya persoalannya, untuk
menghayati sekaligus mengamalkan yang barang kali masih menunggu generasi
berikutnya, sebab nilai nilai itu justru lebih banyak dilanggar oleh penyelenggara
negara yang pada gilirannya rakyat ikut ikutan, seperti dicontohkan setiap hari
dalam pemberitaan media
0 komentar Blogger 0 Facebook